PUISI Kahlil Gibran

WAKTU

Dan jika engkau bertanya, bagaimanakah tentang Waktu?….
Kau ingin mengukur waktu yang tanpa ukuran dan tak terukur.
Engkau akan menyesuaikan tingkah lakumu dan bahkan mengarahkan perjalanan jiwamu menurut jam dan musim.
Suatu ketika kau ingin membuat sebatang sungai, diatas bantarannya kau akan duduk dan menyaksikan alirannya.
Namun keabadian di dalam dirimu adalah kesadaran akan kehidupan nan abadi,
Dan mengetahui bahwa kemarin hanyalah kenangan hari ini dan esok hari adalah harapan.

Dan bahwa yang bernyanyi dan merenung dari dalam jiwa, senantiasa menghuni ruang semesta yang menaburkan bintang di angkasa.

Setiap di antara kalian yang tidak merasa bahwa daya mencintainya tiada batasnya?
Dan siapa pula yang tidak merasa bahwa cinta sejati, walau tiada batas, tercakup di dalam inti dirinya, dan tiada bergerak dari pikiran cinta ke pikiran cinta, pun bukan dari tindakan kasih ke tindakan kasih yang lain?
Dan bukanlah sang waktu sebagaimana cinta, tiada terbagi dan tiada kenal ruang?Tapi jika di dalam pikiranmu haru mengukur waktu ke dalam musim, biarkanlah tiap musim merangkum semua musim yang lain,Dan biarkanlah hari ini memeluk masa silam dengan kenangan dan masa depan dengan kerinduan.



PERSAHABATAN
Dan jika berkata, berkatalah kepada aku tentang kebenaran persahabatan?..Sahabat adalah kebutuhan jiwa, yang mesti terpenuhi.
Dialah ladang hati, yang kau taburi dengan kasih dan kau panen dengan penuh rasa terima kasih.

Dan dia pulalah naungan dan pendianganmu.
Karena kau menghampirinya saat hati lapa dan mencarinya saat jiwa butuh kedamaian.Bila dia bicara, mengungkapkan pikirannya, kau tiada takut membisikkan kata “tidak” di kalbumu sendiri, pun tiada kau menyembunyikan kata “ya”.
Dan bilamana ia diam, hatimu tiada ‘kan henti mencoba merangkum bahasa hatinya; karena tanpa ungkapan kata, dalam rangkuman persahabatan, segala pikiran, hasrat, dan keinginan terlahirkan bersama dengan sukacita yang utuh, pun tiada terkirakan.
Di kala berpisah dengan sahabat, janganlah berduka cita; Karena yang paling kaukasihi dalam dirinya, mungkin lebih cemerlang dalam ketiadaannya, bagai sebuah gunung bagi seorang pendaki, nampak lebih agung daripada tanah ngarai dataran.
Dan tiada maksud lain dari persahabatan kecuali saling memperkaya ruh kejiwaan. Karena kasih yang masih menyisakan pamrih, di luar jangkauan misterinya, bukanlah kasih, tetapi sebuah jala yang ditebarkan: hanya menangkap yang tiada diharapkan.
Dan persembahkanlah yang terindah bagi sahabatmu.
Jika dia harus tahu musim surutmu, biarlah dia mengenal pula musim pasangmu.
Gerangan apa sahabat itu hingga kau senantiasa mencarinya, untuk sekadar bersama dalam membunuh waktu?
Carilah ia untuk bersama menghidupkan sang waktu!
Karena dialah yang bisa mengisi kekuranganmu, bukan mengisi kekosonganmu.
Dan dalam manisnya persahabatan, biarkanlah ada tawa ria berbagi kebahagiaan.
Karena dalam titik-titik kecil embun pagi, hati manusia menemukan fajar jati dan gairah segar kehidupan.
CINTA
mawarAKU bicara perihal Cinta????…
Apabila cinta memberi isyarat kepadamu, ikutilah dia,
Walau jalannya sukar dan curam.
Dan pabila sayapnva memelukmu menyerahlah kepadanya.
Walau pedang tersembunyi di antara ujung-ujung sayapnya bisa melukaimu.
Dan kalau dia bicara padamu percayalah padanya.
Walau suaranya bisa membuyarkan mimpi-mimpimu bagai angin utara mengobrak-abrik taman.
Karena sebagaimana cinta memahkotai engkau, demikian pula dia

kan menyalibmu.
Sebagaimana dia ada untuk pertumbuhanmu, demikian pula dia ada untuk pemanakasanmu.
Sebagaimana dia mendaki kepuncakmu dan membelai mesra ranting-rantingmu nan paling lembut yang bergetar dalam cahaya matahari.
Demikian pula dia akan menghunjam ke akarmu dan mengguncang-guncangnya di dalam cengkeraman mereka kepada kami.
Laksana ikatan-ikatan dia menghimpun engkau pada dirinya sendiri.
Dia menebah engkau hingga engkau telanjang.
Dia mengetam engkau demi membebaskan engkau dari kulit arimu.
Dia menggosok-gosokkan engkau sampai putih bersih.
Dia merembas engkau hingga kau menjadi liar;
Dan kemudian dia mengangkat engkau ke api sucinya.
Sehingga engkau bisa menjadi roti suci untuk pesta kudus Tuhan.
Semua ini akan ditunaikan padamu oleh Sang Cinta, supaya bisa kaupahami rahasia hatimu, dan di dalam pemahaman dia menjadi sekeping hati Kehidupan.
Namun pabila dalam ketakutanmu kau hanya akan mencari kedamaian dan kenikmatan cinta.Maka lebih baiklah bagimu kalau kaututupi ketelanjanganmu dan menyingkir dari lantai-penebah cinta.
Memasuki dunia tanpa musim tempat kaudapat tertawa, tapi tak seluruh gelak tawamu, dan menangis, tapi tak sehabis semua airmatamu.
Cinta tak memberikan apa-apa kecuali dirinya sendiri dan tiada mengambil apa pun kecuali dari dirinya sendiri.
Cinta tiada memiliki, pun tiada ingin dimiliki; Karena cinta telah cukup bagi cinta.
Pabila kau mencintai kau takkan berkata, “Tuhan ada di dalam hatiku,” tapi sebaliknya, “Aku berada di dalam hati Tuhan”.
Dan jangan mengira kaudapat mengarahkan jalannya Cinta, sebab cinta, pabila dia menilaimu memang pantas, mengarahkan jalanmu.
Cinta tak menginginkan yang lain kecuali memenuhi dirinya. Namun pabila kau mencintai dan terpaksa memiliki berbagai keinginan, biarlah ini menjadi aneka keinginanmu: Meluluhkan diri dan mengalir bagaikan kali, yang menyanyikan melodinya bagai sang malam.
Mengenali penderitaan dari kelembutan yang begitu jauh.
Merasa dilukai akibat pemahamanmu sendiri tenung cinta;
Dan meneteskan darah dengan ikhlas dan gembira.
Terjaga di kala fajar dengan hati seringan awan dan mensyukuri hari haru penuh cahaya kasih;
Istirah di kala siang dan merenungkan kegembiraan cinta yang meluap-luap;Kembali ke rumah di kala senja dengan rasa syukur;
Dan lalu tertidur dengan doa bagi kekasih di dalam hatimu dan sebuah gita puji pada bibirmu.

Humor Sufi

Kali ini aku mau memposting ttg humor-humor, guys.. ☺
_____________________________________________________________________________________

○ Diselamatkan Oleh Ikan

"Pada suatu waktu aku pernah sekarat," kata Nasruddin, "Kemudian ada ikan yang datang menyelamatkan hidupku."

"Bagaimana caranya? Tolong katakan padaku?" tanya pendengar penasaran.

"Aku sedang sekarat karena kelaparan. Ada sungai di dekatku. Aku menangkap ikan itu dan memakannya. Ikan itu menyelamatkan hidupku."

○ Pengumuman Setelah Shalat Idul Fitri

Berikut adalah kisah seorang Imam yang setelah Shalat Idul Fitri memberikan pengumuman kepada masyarakat:

"Aku punya berita baik dan berita buruk. Kabar baiknya adalah, kita punya cukup dana untuk membayar program pembangunan baru. Kabar buruknya adalah, dana itu masih berada di luar sana, yaitu di saku Anda."

○ Lomba Agar Manusia Bisa Bertelur

Sudah bertahun-tahun Baginda Raja Harun Al Rasyid ingin mengalahkan Abu Nawas. Namun perangkap-perangkap yang selama ini dibuat semua bisa diatasi dengan cara-cara yang cemerlang oleh Abu Nawas. Baginda Raja tidak putus asa. Masih ada puluhan jaring muslihat untuk menjerat Abu Nawas.

Baginda Raja beserta para menteri sering mengunjungi tempat pemandian air hangat yang hanya dikunjungi para pangeran, bangsawan dan orang-orang terkenal. Suatu sore yang cerah ketika Baginda Raja beserta para menterinya berendam di kolam, beliau berkata kepada para menteri,

"Aku punya akal untuk menjebak Abu Nawas."
"Apakah itu wahai Paduka yang mulia?" tanya salah seorang menteri.
"Kalian tak usah tahu dulu. Aku hanya menghendaki kalian datang lebih dini besok sore. Jangan lupa datanglah besok sebelum Abu Nawas datang karena aku akan mengundangnya untuk mandi bersama-sama kita." kata Baginda Raja memberi pengarahan.

Baginda Raja memang sengaja tidak menyebutkan tipuan apa yang akan digelar besok. Abu Nawas diundang untuk mandi bersama Baginda Raja dan para menteri di pemandian air hangat yang terkenal itu. Seperti yang telah direncanakan, Baginda Raja dan para menteri sudah datang lebih dahulu. Baginda membawa sembilan belas butir telur ayam. Delapan belas butir dibagikan kepada para menterinya. Satu butir untuk dirinya sendiri.

Kemudian Baginda memberi pengarahan singkat tentang apa yang telah direncanakan untuk menjebak Abu Nawas. Ketika Abu Nawas datang, Baginda Raja beserta para menteri sudah berendam di kolam. Abu Nawas melepas pakaian dan langsung ikut berendam. Abu Nawas harap-harap cemas. Kirakira permainan apa lagi yang akan dihadapi. Mungkin permainan kali ini lebih berat karena Baginda Raja tidak memberi tenggang waktu untuk berpikir.

Tiba-tiba Baginda Raja membuyarkan lamunan Abu Nawas. Beliau berkata, "Hai Abu Nawas, aku mengundangmu mandi bersama karena ingin mengajak engkau ikut dalam permainan kami."
"Permainan apakah itu Paduka yang mulia ?" tanya Abu Nawas belum mengerti.
"Kita sekali-kali melakukan sesuatu yang secara alami hanya bisa dilakukan oleh binatang. Sebagai manusia kita mesti bisa dengan cara kita masing-masing." kata Baginda sambil tersenyum.
"Hamba belum mengerti Baginda yang mulia." kata Abu Nawas agak ketakutan.
"Masing-masing dari kita harus bisa bertelur seperti ayam dan barang siapa yang tidak bisa bertelur maka ia harus dihukum !" kata Baginda.
Abu Nawas tidak berkata apa-apa. Wajahnya nampak murung. Ia semakin yakin dirinya tak akan bisa lolos dari lubang jebakan Baginda dengan mudah. Melihat wajah Abu Nawas murung, wajah Baginda Raja semakin berseri-seri.

"Nah sekarang apalagi yang kita tunggu. Kita menyelam lalu naik ke atas sambil menunjukkan telur kita masing- masing." perintah Baginda Raja. Baginda Raja dan para menteri mulai menyelam, kemudian naik ke atas satu persatu derigan menanting sebutir telur ayam. Abu Nawas masih di dalam kolam. Ia tentu saja tidak sempat mempersiapkan telur karena ia memang tidak tahu kalau ia diharuskan bertelur seperti ayam.

Kini Abu Nawas tahu kalau Baginda Raja dan para menteri telah mempersiapkan telur masing-masing satu butir. Karena belum ada seorang manusia pun yang bisa bertelur dan tidak akan pernah ada yang bisa. Karena dadanya mulai terasa sesak. Abu Nawas cepat-cepat muncul ke permukaan kemudian naik ke atas. Baginda Raja langsung mendekati Abu Nawas. Abu Nawas nampak tenang, bahkan ia berlaku aneh, tiba-tiba saja ia mengeluarkan suara seperti ayam jantan berkokok, keras sekali sehingga Baginda dan para menterinya merasa heran.

"Ampun Tuanku yang mulia. Hamba tidak bisa bertelur seperti Baginda dan para menteri." kata Abu Nawas sambil membungkuk hormat.
"Kalau begitu engkau harus dihukum." kata Baginda bangga.
"Tunggu dulu wahai Tuanku yang mulia." kata Abu Nawas memohon.
"Apalagi hai Abu Nawas." kata Baginda tidak sabar. "Paduka yang mulia, sebelumnya ijinkan hamba membela diri. Sebenarnya kalau hamba mau bertelur, hamba tentu mampu. Tetapi hamba merasa menjadi ayam jantan maka hamba tidak bertelur. Hanya ayam betina saja yang bisa bartelur.

"Kuk kuruu yuuuuuk...!" kata Abu Nawas dengan membusungkan dada. Baginda Raja tidak bisa berkata apa-apa. Wajah Baginda dan para menteri yang semula cerah penuh kemenangan kini mendadak berubah menjadi merah padam karena malu. Sebab mereka dianggap ayam betina. Abu Nawas memang licin, malah kini lebih licin daripada belut. Karena merasa malu, Baginda Raja Harun Al Rasyid dan para menteri segera berpakaian dan kembali ke istana tanpa mengucapkan sapatah kata pun. Memang Abu Nawas yang tampaknya blo'on itu sebenarnya diakui oleh para ilmuwan sebagai ahli mantiq atau ilmu logika. Gampang saja baginya untuk membolak-balikkan dan mempermainkan kata-kata guna menjatuhkan mental lawan-lawannya.

○ Saya Bukan Sayuran

Suatu kali Nasrudin menjadi orang penting di istana. Ia gunakan posisinya ini untuk menunjukkan cara mengatur orang-orang di dalam istana. Suatu hari Raja merasa lapar sekali. Beberapa tukang masak menyajikan hidangan yang luar biasa enaknya, sehingga Raja meminta Kepala Istana untuk menyiapkan makanan seperti itu setiap hari.

"Bukankah ini sayuran terbaik di dunia, Mullah?" tanya sang Raja kepada Nasrudin.
"Teramat baik, Tuanku." jawab Nasrudin.

Tapi kalau tiap kali harus makan makanan yang sama, siapapun akan menjadi bosan. Lima hari kemudian, ketika para juru masak merampungkan sajian makanan untuk kesepuluh kalinya, sang Raja berteriak:

"Singkirkan semuanya! Aku benci makanan-makanan ini!"
"Ini memang sayuran terburuk di dunia, Tuanku," ujar Nasrudin.
"Tapi, Mullah, belum satu minggu yang lalu engkau mengatakan itu sayuran yang terbaik."
"Memang benar, Tuanku. Tapi hamba ini adalah pelayan Raja, bukan sayuran."

Ya sebagai seorang pelayan tentunya Nasrudin harus patuh dan nurut saja apa kata baginda.
 ____________________________________________________________________________________
 Happy Laughing ^^

Teka Teki yang dibuat oleh Albert Einstein

Teka-teki ini tidak mengandung trik, hanya murni logika.
Ada 5 buah rumah yang masing-masing memiliki warna berbeda. Setiap rumah dihuni satu orang pria dengan kebangsaaan yang berbeda-beda.
Setiap penghuni rumah menyukai jenis minuman tertentu, merokok satu merk rokok tertentu dan memelihara satu jenis hewan tertentu.
Tak satupun dari kelima orang itu yang minum minuman yang sama, merokok satu merk rokok yang sama, dan memelihara hewan yang sama seperti penghuni yang lain.
PERTANYAAN : Siapakah Yang memelihara IKAN?
PETUNJUK:
Orang Inggris tinggal di dalam rumah berwarna merah
Orang Swedia memelihara anjing
Orang Denmark senang minum teh
Rumah berwarna putih terletak tepat disebelah kiri rumah berwarna coklat
Penghuni rumah berwarna putih senang minum kopi
Orang yang merokok PallMall memelihara burung
Penghuni rumah yang terletak ditengah-tengah senang minum susu
Penghuni rumah berwarna kuning merokok Dunhill
Orang Norwegia tinggal di rumah paling pertama
Orang yang merokok Marlboro tinggal di sebelah orang yang memelihara kucing
Orang yang memelihara kuda tinggal di sebelah orang yang merokok Dunhill
Orang yang merokok Winfield senang minum bir
Di sebelah rumah berwarna biru tinggal orang Norwegia
Orang Jerman merokok Rothmans
Orang yang merokok Marlboro bertetangga dengan orang yang minum air.
Albert Einstein menyusun teka-teki ini pada abad lalu.
Dia menyatakan, 98% penduduk dunia tidak mampu memecahkan teka-teki ini.
Apakah anda termasuk yang 2%?

 Coment ya kalo kalian termasuk yang 2% ... ^.^

Cerita Yang Memberi Inspirasi Dan Motivasi

* Misteri Kotak Hitam Bu Peri *

Poka dan Beka adalah dua ekor bebek yang masih muda. Umur keduanya sepantaran dengan manusia yang sedang dalam masa ABG. Si Poka sendiri umurnya sedikit lebih tua dibanding Beka, selisih 3 bulan.
Meskipun masih muda, kedua bebek tua (kalau manusia kan orang tua, berarti kalau bebek ya bebek tua, hehehe) mereka sudah meminta Poka dan Beka untuk hidup sendiri. Bukan apa-apa. Dibanding kelima saudara mereka yang lain, Poka dan Beka ternyata memiliki sifat yang kurang baik, yaitu suka curiga dan sinis terhadap binatang yang lain. Agar keduanya bisa sadar dan berubah, bebek tua mereka menyuruh Poka dan Beka untuk mendirikan rumah sendiri dan hidup mandiri.
Pinggir sungai adalah tempat yang dipilih oleh Poka dan Beka. Selain nyaman, juga dekat dengan sumber makanan dan air. Kebetulan, tempat yang mereka berseberangan dengan rumah kayu milik Bu Beri Berang-berang.
Suatu hari, dari balik jendela, Beka melihat Soni Semut membawa sebuah kotak ke rumah Bu Beri.
Kotaknya besar. Cukup untuk memasukkan Horas ke dalamnya. Sedang bagian luarnya terbungkus oleh kain berwarna hitam.
‘Hei Poka, coba lihat itu”, panggil Beka.
Poka yang sedang menggunting kukunya berhenti dan melangkah menuju jendela.
“Apaan sih?”
“Itu”, tunjuk Beka dari balik korden, “kotak hitam itu. Kira-kira apa ya isinya?”
“Wah, gede banget”, ujar Poka, terkejut. “Jangan-jangan isinya sampah tuh!”
“Kok sampah?”. Beka kebingungan.
“Coba ingat, si Soni itu kan tinggalnya dekat pembuangan sampah hutan ini.”, Poka menjelaskan teorinya dengan serius. Tangannya ia letakkan ke belakang, persis seperti seorang profesor yang sedang berpikir. Lanjutnya, “Pasti itu isinya sampah-sampah yang sudah busuk, trus ia kumpulkan dan masukkan ke dalam kotak agar tidak bau.”
Di seberang tampak Soni sedang meletakkan kotak tersebut di ruang tamu Bu Beri.
“Hmmm, bisa jadi”, Beka mengangguk-anggukkan paruhnya. “Dan jangan-jangan, Bu Beri itu punya hobi ngumpulin sampah. Dia kan tinggal sendirian sekarang, siapa tahu karena nganggur jadinya punya hobi aneh.”
“Ih, jorok juga ya”, Poka menjawab dengan raut muka jijik.
Dari luar terdengar suara pintu rumah Bu Beri ditutup. Tampaknya Soni Semut sudah pulang, meninggalkan kotak hitam tersebut di rumah Bu Beri.
***
Tiga hari sudah berlalu sejak kotak hitam itu datang. Setiap hari, Poka dan Beka mengamatinya secara diam-diam dari seberang sungai. Meskipun tidak begitu jelas karena terhalang korden rumah bu Beri, tampak bahwa bu Beri sibuk sekali dengan isi kotak hitam tersebut.
Sesekali Soni mampir dan mereka berdua terlihat antusias sekali mendiskusikan sesuatu.
Selama tiga hari itu pula, Poka dan Beka tak henti-hentinya menduga-duga dan berasumsi mengenai “sampah” yang ada di dalam kotak hitam tersebut. Prediksi mereka yang terbaru, Bu Beri dan Soni sedang berkonspirasi untuk mengumpulkan sampah-sampah terbusuk dari seluruh penjuru hutan, dan sedikit demi sedikit mengubah hutan mereka menjadi hutan sampah!
***
Keesokan harinya, dengan diantar oleh Kaka Kancil, Bu Beri menyeberangi sungai dan menuju ke rumah Poka dan Beka. Poka, yang sedang asik berjemur di atap rumah, kaget melihat kedatangan mereka berdua. Buru-buru ia menyusup masuk ke dalam rumah, menutup dan mengunci pintu dan jendela, serta menyuruh Beka untuk bersembunyi.
“Aku tidak menyangka kalau Kaka sekarang ikut bersekongkol dengan Bu Beri. Mereka ke sini pasti ingin mengajak kita untuk bergabung dengan organisasi menjijikkan mereka itu. Ih, amit-amit deh.”, bisik Poka pada Beka dari balik kulkas, tempat keduanya bersembunyi.
Beka mengangguk, tanda setuju.
Tok. Tok. Tok.
Poka dan Beka menahan nafas mendengar suara pintu diketok.
Tok. Tok. Tok.
Tok. Tok. Tok.
Tok. Tok. Tok.
Kaki Beka mulai kesemutan.
Tok. Tok. Tok.
“Hmmm, sepertinya mereka sedang tidak ada di rumah”, samar-samar terdengar perkataan Kaka kepada bu Beri.
“Iya, kalau begitu sebaiknya kita kembali saja.”, jawab bu Beri.
Sejurus kemudian terdengar suara langkah-langkah kaki menjauh.
“Phew”, ujar Beka sambil melemaskan kaki-kakinya. “Akhirnya mereka pergi juga. Hampir saja kita terjerumus ke dalam kelompok sampah itu.”
Poka mengintip dari balik jendela, menatap perahu yang dinaiki Kaka dan Bu Beri menjauh.
“Iya, untung saja tadi mereka tidak melihatku di atap.”, ujarnya, lega. “Tidur siang saja yuk, malas aku memikirkan sampah-sampah itu”.
“Yukkkk”.
***
Beberapa jam kemudian Beka terbangun. Terdengar suara ramai dari seberang sungai. Ia meloncat dari tempat tidur dan menuju ke jendela.
Tampak rumah Bu Beri terang benderang. Ramai. Binatang-binatang hutan sedang berkumpul di sana. Mereka asik mengobrol, tertawa, dan menyanyi. Di sisi kanan, bu Tutul Macan dan kak Boni Ulat sibuk menyiapkan makanan yang harumnya terasa sampai ke hidung Beka. Di sisi kiri, Kuri Kura bernyanyi dengan lantang sambil diiringi petikan gitar Kaka Kancil.
Beka sejenak bengong.
18 detik kemudian ia tersadar, dan bergegas membangunkan Poka.
“Poka, Poka, cepat bangun”.
“Apa sih”, jawab Poka sambil cemberut.
“Itu lihat, di rumah Bu Beri”
Mendengar kata kunci ‘Bu Beri’, Poka langsung loncat dari tempat tidurnya dan berlari ke arah jendela.
“Hah, ada apa itu???”, giliran Poka yang bengong.
Di seberang, Bu Beri keluar dari dalam rumahnya sambil membawa kotak besar hitam.
“Ayo semuanya kumpul sini”, teriaknya lantang sambil tersenyum.
Setelah semua binatang berkumpul mengelilingi bu Beri dan kotak hitamnya, Soni Semut tiba-tiba muncul dari balik kotak dan berkata, “Teman-teman, berhubung sekarang adalah hari ulang tahunku dan Bu Beri, yang kebetulan tanggalnya sama, maka kita berdua memutuskan untuk memberikan kado kepada seluruh penghuni hutan!!!”
Seluruh binatang bersorak dan bertepuk tangan. Saking semangatnya bertepuk tangan, Kuri Kura bahkan sampai terjengkang ke belakang.
“Dan terimalah kado dari kami berdua”, ujar Bu Beri Berang dan Soni Semut sembari menggulingkan kotak hitam tersebut.
Poka dan Beka tercekat. Tidak sadar, keduanya berpengangan tangan dan bergumam, “Pasti sampah… pasti sampah.. pasti sampah…”
Kotak terguling. Tutupnya terlepas dan menggelinding, diiringi dengan tumpahnya puluhan bahkan ratusan mainan yang sudah dibungkus kado manis dari dalam kotak.
“Horeeeee!!!!”, sorak penghuni hutan.
Sekali lagi, Poka dan Beka bengong.
***
Malam itu Poka dan Beka terdiam. Sejak melihat mainan-mainan yang ada di dalam kotak hitam bu Beri, mereka tidak bercakap-cakap apapun. Masing-masing sibuk dengan penyesalannya.
Tok. Tok. Tok.
Tiba-tiba terdengar suara ketokan di pintu.
Beka dan Poka berpandangan. Bingung.
“Anak-anak, kalian ada di rumah?”, terdengar suara Bu Beri dari balik pintu.
Kedua bebek kecil itu tersenyum dan langsung berlomba membukakan pintu bagi Bu Beri.
___________________________________________________________________________________
Intinya: "Bukanlah sebuah tindakan bijaksana untuk mengambil keputusan tanpa mengetahui secara jelas duduk persoalannya." 

Dongeng Inspiratif dan Motivatif

► Batman Dan Mbah Gendeng

“Huh, siyal, masa’ bocor lagi sih”, ujar Batman gemas sambil menendang pintu BatMobile-nya perlahan. Meskipun kesal, ia masih cukup sadar untuk tidak melampiaskannya kepada kendaraan tercintanya, yang cicilannya belum lunas itu. Dengan susah payah, ia mendorong mobilnya ke pinggir, ke sebuah tambal ban yang kebetulan berada tidak jauh dari situ.
Mbah Gendeng – Nambal Ban Sejak 1911
Begitu tulisan yang tertera di atas “bengkel” kecil yang didirikan seadanya di bawah sebuah pohon beringin besar.
“Bannya bocor ya, nak?”, tanya seorang kakek tua yang tiba-tiba muncul dari balik pohon.
“Iya, mbah”, jawab Batman lesu, “sudah kedua kalinya nih. Padahal baru sekitar 5km lalu bocor dan ditambal.”
“Hmmm…”, mbah Gendeng mengangguk-anggukan kepalanya dan mulai mempersiapkan peralatannya. Bak air sabun untuk memeriksa bagian ban yang bocor, dongkrak, pompa angin, dan sebagainya. “Silahkan duduk dulu aja di kursi kayu itu, nak. Biar mbah kerjakan dulu bannya.”

45 menit berlalu, Batman mulai gak sabar. Maklum, ia lagi semangat-semangatnya untuk bangkit kembali dari keterpurukannya dan ingin segera sampai ke WTC untuk membuka gerai HP. Ditambah lagi, seekor kura-kura berseragam “Bukan Express” yang tadi disalipnya kini sudah berjalan melewati tempat ia duduk. “Masa’ Batman kalah cepet ama kura-kura”, pikir Batman dalam hati. Penasaran, ia mendekati Mbah Gendeng dan mengintip kerjanya.
“Pantesan aja lama!”, sergah Batman kasar. “Lha wong kerjanya lambat banget gini! Apa gak bisa lebih cepet lagi, mbah?!”
Mbah Gendeng meletakkan ban dalam BatMobile yang sedang ia pegang dan menoleh ke arah Batman. Tatapannya yang tajam membuat Batman secara tidak sadar mundur selangkah ke belakang. Tanpa disangka, dengan tidak kalah kerasnya, Mbah Gendeng balik bertanya, “Memangnya kamu pikir pekerjaan ini tidak penting sehingga harus dikerjakan dengan terburu-buru?”
“Memang begitu, kan? Cuman nambal ban ini, apa pentingnya? Jauh lebih penting pekerjaanku yang ke sana kemari buat nyelamatin dunia dari orang jahat! Mbah tahu kan kalo aku ini Batman?!”
“Iye, terus so what gitu loh, mau situ Superman kek, Batman kek, Barack Obama kek, SBY kek, tetep aja, jangan pernah ngeremehin pekerjaan saya!”
Batman sudah akan membuka mulutnya lagi untuk menjawab, namun kakek tua itu tidak mau kalah cepat dan melanjutkan kata-katanya.
“Dengarkan baik-baik, anak muda. Coba pikir. Seandainya tadi kamu dalam perjalanan untuk menyelamatkan ribuan orang dan banmu bocor, apa bukan berarti yang saya kerjakan ini tidak sama pentingnya dengan pekerjaanmu? Dengan memperbaiki ban bocormu dengan baik dan teliti, secara tidak langsung saya suda membantu kamu menyelamatkan mereka — ribuan orang itu.”
“Tidak usah muluk-muluk. Setiap ban bocor yang saya perbaiki pasti berhasil membawa pengemudinya tiba dengan selamat sampai di rumah. Coba bayangkan apabila saya melakukannya dengan asal-asalan. Bisa terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, bukan?”
“Lihat ban dalammu ini”, Mbah Gendeng menyodorkan dua buah ban dalam BatMobile yang sedang ia kerjakan. “Perhatikan ini, bekas tambalan yang dilakukan oleh penambal ban sebelumnya. Kasar dan kurang kuat rekatannya. Itu sebabnya tadi ban mobilmu bocor lagi. Masih untung tidak terjadi apa-apa. Dan ini, yang ada di kanan, adalah hasil tambalan ban yang aku lakukan. Bandingkan!”
Batman tercenung. Ia memperhatikan ban dalam pada bagian yang ditunjukkan oleh Mbah Gendeng dan ternyata memang benar, pekerjaannya kurang baik. Bahkan jauh dibandingkan hasil pekerjaan Mbah Gendeng. Padahal tadi ia cukup senang dan memberi tips lebih kepada penambal ban sebelumnya karena kerjanya hanya butuh waktu 5 menit saja.
Dengan menunduk, Batman mohon maaf kepada Mbah Gendeng dan beringsut kembali ke kursi kayu untuk menunggu. Di satu sisi, ia malu terhadap apa yang telah ia lakukan, namun di sisi lain, ia gembira karena mendapat pelajaran baru tentang hidup dan juga tentang bisnis.
“Aku pasti tidak akan kalah oleh Peter Parker”, ujar Batman dalam hati sembari tersenyum.

PENSIL? Yuk Lihat!

Biasa, lagi surfing menjelajahi dunia maya, ketemu lagi nih ilmu :D
Ceritanya lumayan menginspirasi.. ^o^
___________________________________________________________________________________

# 5 PRINSIP HIDUP MENURUT PENSIL #

Seorang anak bertanya kepada neneknya yang sedang menulis sebuah surat.

"Nenek lagi menulis tentang pengalaman kita ya? atau tentangku?"

Mendengar pertanyaan si cucu, sang nenek berhenti menulis dan berkata kepada cucunya.

"Sebenarnya nenek sedang menulis tentang kamu, tapi ada yang lebih penting dari isi tulisan ini yaitupensil yang nenek pakai.

"Nenek harap kamu bakal seperti pensil ini ketika kamu besar nanti" ujar sinenek lagi. Mendengar jawaban ini, si cucu kemudian melihat pensilnya dan bertanya kembali kepada si nenek ketika dia melihat tidak ada yang istimewa dari pensil yang nenek pakai.

"Tapi nek sepertinya pensil itu sama saja denganpensil yang lainnya." Ujar si cucu.

Si nenek kemudian menjawab,"Pensil ini mempunyai 5 kualitas yang bisa membuatmu selalu tenang dalam menjalani hidup, kalau kamu selalu memegang prinsip-prinsip itu di dalam hidup ini."

Si nenek kemudian menjelaskan 5 kualitas dari sebuah pensil.

"Kualitas pertama, pensil mengingatkan kamu kalo kamu bisa berbuat hal yang hebat dalam hidupini. Layaknya sebuah pensil ketika menulis, kamu jangan pernah lupa kalau ada tangan yang selalumembimbing langkah kamu dalam hidup ini. Kita menyebutnya tangan Tuhan, Dia akan selalu membimbing kita menurut kehendakNya" .

"Kualitas kedua, dalam proses menulis, nenek kadang beberapa kali harus berhenti dan menggunakan rautan untuk menajamkan kembali pensil nenek. Rautan ini pasti akan membuat si pensil menderita. Tapi setelah proses meraut selesai, si pensil akan mendapatkan ketajamannya kembali. Begitu juga dengan kamu, dalam hidup ini kamu harus berani menerima penderitaan dan kesusahan, karena merekalah yang akan membuatmu menjadi orang yang lebih baik".

"Kualitas ketiga, pensil selalu memberikan kita kesempatan untuk mempergunakan penghapus, untuk memperbaiki kata-kata yang salah. Oleh karena itu memperbaiki kesalahan kita dalam hidup ini, bukanlah hal yang jelek. Itu bisa membantu kita untuk tetap berada pada jalan yang benar".
"Kualitas keempat, bagian yang paling penting dari sebuah pensil bukanlah bagian luarnya, melainkanarang yang ada di dalam sebuah pensil. Oleh sebab itu, selalulah hati-hati dan menyadari hal -hal di dalam dirimu".

"Kualitas kelima, adalah sebuah pensil selalu meninggalkan tanda/goresan. Seperti juga kamu, kamu harus sadar kalau apapun yang kamu perbuat dalam hidup ini akan meninggalkan kesan. Oleh karena ituselalulah hati-hati dan sadarterhadap semua tindakan".
___________________________________________________________________________________
Ini nemu di http://www.risce.co.cc/, so' jangan berpikir aku yg ngarang yaa :)

GMTS MENGGILA

Ha ha ha.. Coba deh tengok video anak anak Get Married The Series berikut ini. Sumpah Gokil! (y)

 
 GMTS MENGGILA Part 1


GMTS MENGGILA Part 2


GMTS MENGGILA Part 3

Tentang NENEK

Beberapa hari yang lalu, ketika saya sedang surfing internet berselancar ke sana kemari, iseng pengen baca cerpen. Tau tau ada judul cerpen yang bikin saya penasaran, judulnya ''NENEK'' yang ditulis oleh Lie Charlie dan diterbitkan di Cerpen Kompas . Setelah dibaca, hampir keseluruhan mirip dengan kisah hidup yang saya alami sendiri. Sebenarnya menurut saya cerpen itu gak terlalu bagus sih, entah kenapa saya jadi pengen nge-post cerpen itu di blog ini. Oke deh, cekidot ini cerpennya. Happy Reading ^_^ ...
___________________________________________________________________________________

NENEK

"Nenekku merokok! Inilah yang membedakannya dengan karakter nenek lain yang umumnya lemah lembut dan imut-imut; salah satunya. Ia juga garang, pemarah, dan suka cakap kotor!
Bila kesal ia menyebut-nyebut alat kelamin pria dan wanita. Orang yang pertama kali mendengar nenek menggerutu pasti kaget bukan alang kepalang.
Namanya saja nenek, jadi, ia memang sudah tua sehingga semua orang tampaknya memaklumi segala ulahnya yang menyimpang. Kalau menasihati orang, nenek selalu terus terang. ”Malas kau! Mana ada laki yang mau sama kau? Bisanya cuma duduk-duduk mengangkang dan berdandan. Sana cuci piring, cuci pakaian, masak, atau beres-beres! Jadi perempuan jangan sampai harus disuruh-suruh. Malu.” Saudara sepupu jauhku langsung merah matanya dan tersengal-sengal napasnya diomeli begitu.
Aku melihat nenek sendiri tidak mengerjakan apa-apa. Sepanjang hari ia cuma duduk-duduk di kursi-baringnya yang terbuat dari kayu dan kain terpal. Ya, duduk-duduk sambil berkipas-kipas bila hari panas dan merokok Kansas. Bibi Ketiga yang selalu membelikannya rokok sehingga nenek sering bercerita kepada orang mengenai anak bungsunya ini yang dikisahkannya sebagai anak berbakti.
Nenek suka membanding-bandingkan Bibi Ketiga dengan Bibi Kedua yang dilukiskannya pelit dan hanya peduli pada keluarganya sendiri. Maka Bibi Kedua suka menyela bila nenek sudah mulai menyinggung Paman Kedua dan membandingkan perhatiannya dengan Paman Ketiga yang selalu dipujinya royal. Seperti efek domino, nenek pun lebih menyayangi anak-anak Bibi Ketiga dan selalu mencela anak-anak Bibi Kedua yang dinilainya nakal karena dimanja.
Ada sebuah pispot tempat nenek buang ludah di samping kursi-baringnya. Keadaan ini membuat aku merasa jijik tetapi aku mendiamkannya. Kalau aku tak menahan diri, nenek mungkin akan langsung menuding aku durhaka atau entah apalah. Ayah adalah anak sulung nenek. Karena melahirkan anak sulung laki-laki, nenek disayang kakek. Nenek, dengan demikian, juga menyayangi ayah lebih daripada Bibi Kedua dan Bibi Ketiga.
Nenek suka membanggakan ayah yang sebenarnya kurang cakap berdagang, suatu kemampuan yang menjadi andalan banyak orang perantauan pada masa itu. Seingat aku, ayah gagal dan rugi melulu bila memperdagangkan sesuatu. Berbeda dengan sikapnya terhadap ayah, nenek kurang senang dengan ibuku. Mungkin lantaran setelah menikah dengan ibu, ternyata ayah tidak maju-maju. Nenek juga tidak mencintai kami, aku dan saudara-saudaraku.
Ada kalanya aku merasa cemburu kepada teman yang sering bercerita betapa mereka disayang nenek masing-masing. Bukan perkara mata duitan tetapi nenek orang lain ternyata suka memberi uang kepada cucu-cucunya. Nenekku tidak pernah memberi aku uang jajan. Bila menyuruh-nyuruh pun ia tidak membiarkan aku mengantongi uang kembaliannya. Aku tahu nenek tidak punya banyak uang maka aku tidak banyak menuntut dan mengata-ngatainya pelit atau apalah. Jika membeli mie pangsit, nenek memesan mie polos tanpa pangsit. Belinya selalu sebungkus untuk dirinya saja. Jajan apapun nenek hanya memuaskan dirinya sendiri. Sejauh ingatanku, aku juga tak pernah membelikan sesuatu untuk nenek. Hubungan aku dan nenek jauh dari ikatan kasih sayang.
***
Nenekku istri muda kakekku. Istri kedua. Dahulu, zaman kakek dan nenekku, cukup banyak wanita menjadi istri muda pria perantauan dari Tiongkok. Orang yang merantau tidak pernah membawa-bawa serta istri dan anak mereka. Tiba di rantau, suratan tangan berbelok ke mana-mana. Usia pria perantau umumnya masih relatif muda dan penuh gairah. Mana tahan tidak menyentuh perempuan dalam waktu lama dan tak ada ujungnya?
Beberapa yang berakhlak rendah masuk-keluar rumah pelacuran dan mengisap opium. Kakekku bermoral tinggi biarpun akhirnya ia menyerah pada nafsunya sendiri. Ia mencari jalan yang agak bersih dengan mengambil keputusan menikah lagi. Aku yakin nenekku yang mulai menggodanya. Walaupun sudah tua, aku tahu nenek bertulang sedikit genit dari sananya.
Belakangan nenek di Tiongkok tahu bahwa suaminya sudah menikah lagi di perantauan meskipun kakek masih setia mengirimkan uang secara teratur. Mungkin nenek di Tiongkok sakit hati dan sudah memikirkan akan menempuh sebuah jalan sendiri. Pada suatu kesempatan ia menitipkan putrinya, putri sulung kakekku, kepada seorang perantau dari kampung yang sama untuk diserahkan kepada kakek. Kukira kakek orang baik dan bertanggung jawab. Ia membesarkan putri sulungnya secara terpisah. Kakek sudah cukup kaya waktu itu setelah sukses di perantauan. Entah pekerjaan yang dilakukan kakek sebelumnya, hal yang aku ketahui adalah bahwa kakek berdagang ikan asin grosiran. Aku memang tidak tahu banyak sebab kakek meninggal dunia saat aku masih berusia antara 1-2 tahun. Cerita-cerita aku dengar dari keluarga dan nenek.
Nenek suka bercerita jika tak dapat dikatakan banyak mulut. Setiap kali duduk atau jongkok dan berhadapan dengan orang, ia akan mulai bercerita. Biasanya semua ceritanya menyinggung hal yang bagus-bagus mengenai dirinya dan soal yang jelek-jelek dan aneh-aneh jika menyangkut orang lain.
Sebagai sesepuh, nenek sesekali dikunjungi sanak keluarga yang lebih muda. Ia senang dihormati tetapi tak segan-segan menyerang orang dengan kata-kata polos. Suatu kali ia mengintip salah seorang kerabat yang bersimpuh mengenakan celana dalam mini dan berkomentar, ”Beraninya kau! Pada zaman aku, celana dalam seperti itu hanya dipakai pelacur!” Kontan sang kerabat memerah wajahnya.
Selain cerita sehari-hari yang dibumbuinya, nenek sering pula mendongeng. Tentang Sun Go Kong yang dapat berubah menjadi 72 wujud, tentang kera yang jempolnya lemah sebab jika kuat bisa memegang pisau dan membunuh manusia, tentang tokoh bernama Gong Beng (Beng si Bodoh) yang duduk telanjang di bawah meja untuk menjadi santapan nyamuk agar ayahnya bebas dari gigitan nyamuk, dan lain-lain. Paling heboh bila nenek mendongeng tentang neraka. Orang yang berbohong bakal dipotong lidahnya, (bukan memanjang hidungnya), orang yang berkhianat akan direbus, orang yang mencuri dipenggal tangannya dan diumpankan kepada anjing, dan macam-macam siksaan menurut imajinasi nenek. Tujuannya membuat kami takut dan menjadi anak penurut. Di atas semua itu, tentu kami paling suka mendengar kisah hantu.
***
Kamar nenek seram atau begitulah pendapat aku. Satu-satunya jalan masuk cahaya berasal dari genteng kaca di atap. Pada langit-langit kamar ada bagian yang diberi lempengan kaca sehingga cahaya dari atap tersebut dapat menerobos masuk. Tidak ada jendela sebab kamar nenek berada di bagian dalam rumah. Pada dinding kamar tergantung sepasang lukisan potret kakek dan nenek dalam bingkai oval. Lukisan itu dibuat oleh seniman Belanda yang datang berkeliling dan mengumpulkan foto mereka yang hendak dilukis. Foto-foto yang terkumpul dibawa pulang dan dilukis di negeri Belanda. Setelah selesai ia membawa hasil karyanya kembali ke sini.
Perabot milik nenek hanya sebuah lemari kayu besar tempat ia menyimpan pakaiannya dan seluruh rahasia hidupnya. Aku tidak pernah tahu isi lemari nenek dan tidak ingin tahu. Aku masuk ke kamar nenek biasanya lantaran hendak mengambil sesuatu dari meja belajar kakak yang sejak kecil tidur bersama nenek.
Setelah ia sakit-sakitan aku jarang mendengar lagi mengenai nenek. Aku sendiri kemudian meninggalkan rumah untuk merantau ke Jawa. Aku tidak merindukan nenek dan aku kira nenek juga tidak peduli padaku. Perpisahan kami seperti sebuah keniscayaan yang pasti terjadi. Suatu waktu aku tahu, pada saat sakit, nenek pernah menuduh adikku mencuri uangnya dari dalam lemari! Aku tidak percaya dan marah. Nenek juga menambahkan bahwa uangnya dipakai adik untuk berjudi. Astaga, orang tua ini mengigau atau berhalusinasi. Fantasinya masih berjalan ke mana-mana ketika ia terbaring lemah. Aku mengenal adikku dan berani berkata bahwa ia tidak mungkin berlaku sejahanam itu. Aku pikir, jika masih ada di rumah, barangkali aku yang akan menjadi sasaran hujatan nenek.
Setelah ibu mempertanyakannya, Bibi Ketiga mengaku bahwa dialah yang mengambil uang nenek. Alasannya, ia khawatir bila nenek meninggal, kami mengambil uang itu. Ia merasa itu uangnya sebab hanya dia yang selalu memberi nenek uang. Sayangnya, ia mengaku setelah nenek meninggal dunia. Bibi Ketiga berkelit bahwa ia tidak tahu nenek menaruh curiga kepada adikku. Nenek senantiasa memuji Bibi Ketiga. Kenyataannya memang Bibi Ketiga sering membelikan nenek sesuatu, hal yang jarang dilakukan anak-anak nenek yang lain termasuk ayah. Selain rokok yang sekali beli 2-3 slop (1 slop isi 20 bungkus), Bibi Ketiga suka membelikan nenek sarung. Nenek memang mengenakan kebaya (yang belakangan aku tahu namanya kebaya ”encim”) dan sarung seperti nyai-nyai di Jawa.
Aku tahu, tidak baik bercerita tentang orang yang sudah tiada, apalagi mengenai keburukannya. Aku hanya ingin orang tahu bahwa tidak semua nenek baik. Nenek juga manusia dan ada yang jahat. Mungkin bukan jahat dalam arti suka memukul atau mencaci maki, melainkan tidak menyayangi cucunya dan egois sampai mati. Nenek telah wafat dan dikubur. Aku tidak pernah mengunjungi kuburannya. Tidak ada kerinduan untuk itu."
abcs