Satu Hari

Kita bercerita tentang pagi.
Aku hanya ingin tau untuk apa pagi itu ada?
Hatiku masih dirundung duka ketika peristiwa tak mengenakkan terjadi lagi dihadapan mataku.
Sesuatu yang aku takuti dari dulu, kehilangan. Aku tak ingin hidupku untuk 4 tahun ke depan penuh dengan kepalsuan. Aku ingin saja berontak, tapi aku berasa tak mampu, memikirkan kemungkinan terburuk yang akan aku alami saja rasanya sdh banyak menguras rasa jenuh dan takutku. Ya, ketakutan itu muncul lagi di pagi yang mencekam. Dia, dia, dia, dia, dan dia seperti menyembunyikan suatu rahasia. Ingin skali aku tahu itu apa, kenapa, dan bgaimana. Seolah mereka bisu dan tuli, terima kasih telah bungkam! Kan kusimpan angan-angan ini untukku seorang saja.

Kita bercerita lagi tentang siang.
Siang, ingin aku kembali ke pagi, tapi pagi pun serasa tak berguna dalam hidupku..
Dihari yang sama dan waktu yang berbeda, kusadari diri ini semakin jenuh. Betapa kecewanya diriku melihat sosokku sendiri yang menjatuhkan harkat serta matabat seorang teman, menjatuhkan kepercayaan teman, dan aku telah menipu diriku sendiri. Sesal itu memang nyata, senyata apa aku pun kurang mengerti, yang aku tau ingin rasanya aku kembali dimana pagi pagi yang lalu tak pernah sebegini mencekam hingga siang datang. Oh Tuhan,siapakah yang berdusta? Mulutku kah atau hatiku kah? Mengapa dengan teganya mulutku bersandiwara bermanis muka sementara hatiku bersumpah serapah. Tap bukankan mereka juga melakukan hal yg sama padaku? Meninggalkanku, membiarkan aku dihujani kebingungan, tapi tak pernah kulihat ada simpati di hati mereka. Sedangkan mereka selalu menuntut hal yg tak pernah mereka lakukan sebaliknya padaku.
Duh gusti, ampuni aku yang sebegini hina dihadapanmu.

Bagaimana dengan malam, haruskah aku bercerita?
Baiklah, begini.. Aku pernah menangis, tapi tak pernah tersedu sedan seperti malam semalam. Aku pernah bersedih, tapi ak pernah berduka sepenuhnya. Aku pernah gugup, aku pernah merasa ketakutan, tapi malam semalam tak akan pernah kulupa, dimana rasa takutku semakin besar dan nyata, semakin jelas dalam benakku. Siapa yang mau jd penolongku? Kurasa tak ada, mereka hanya berpihak pada ia yang mereka anggap benar. Lalu aku apa? Aku ini sipa? Apa selama ini aku tak pernah nyata dihadapan mereka? Apa aku hanya boneka? Atau malah aku hanya babu yang bisa mereka perintah seenakknya? Aku tak pernah tau. Aku hanya berusaha jadi diriku sendiri, tak ingin berpura-pura, tak ingin bertopeng muka. Aku ini aku, bukan kalian. Kalian mungkin tak pernah paham apa yang kurasakan, tapi satu yang pasti, hati mereka batu! Hati mereka beku! Tapi kuharap semua itu salah, kuharap hanya aku saja yang terlalu berlebihan menanggapinya.

Aku hanya ingin di mengerti, bukan seperti ini. Pikirkan perasaanku..

abcs