Berdosakah jika saat ini aku menjatuhkan air mata untukmu?
Malam ini, untuk kali pertama kerinduan ini terasa amat mencekam. Tak ada lagi suara manjamu terdengar. Tak ada lagi pesan singkat dengan stiker kecupan. Tak ada lagi tawa kecilmu. Tak ada lagi suara paraumu. Masih banyak daftar bukti ketidakadaan akan dirimu lagi.
Sekarang.. Kau seakan tak peduli lagi denganku. Semudah itukah kau melupakanku? Percayalah, aku di sini masih sangat mencintaimu. Ketahuilah, hatiku tak pernah berdusta. Lidah ini kelu untuk berkata. Jemari ini kaku bahkan gugup mengetik bait-bait kata. Tapi apa? Kau seakan tak pernah mencintaiku. Kau berlalu pergi membiarkanku berlinang airmata.
Aku mencintaimu..
Di saat aku meyakini bahwa cintamu begitu nyata, aku hanya bisa memelukmu dari kejauhan. Harapanku kau gantung tinggi, kau berikan pundakmu untuk tempatku bersandar. Tapi.. kau pula yang menjatuhkan harapanku, meluluh lantakkan hatiku, kau berlalu pergi dengan alasan kau tak ingin jadi orang ketiga.
Aku sungguh mencintaimu..
Alasan apa yang kau bela? Dulu kau datang padaku tiba-tiba dan tanpa syarat. Kau yang membuatku jatuh terbuai dalam indahnya cinta. Kau juga yang membuatku merasakan lagi cinta yang sesungguhnya. Sekarang apa yang kau bela? Aku meyakini bahwa cinta itu tak bersyarat..
Aku sendiri, menapakkan kakiku ditanah dengan kesadaran bahwa aku tak berada dikotaku lagi. Kemudian kau hadir dan menawarkan cinta. Padahal kau sendiri tahu aku tak benar-benar sendiri disini. Ada sesorang disana yang menunggu, menantiku dengan setia. Seseorang disana yang selalu berharap aku baik-baik saja. Padahal nyatanya aku tak pernah baik-baik saja.
Ketika kau benar-benar terasa nyata dalam hidupku..
Kau pergi menjauh. Semudah itukah? Kau datang lalu pergi. Kau tahu aku begitu mencintaimu. Namun kau seolah tak mengetahuinya. Salahkah aku jika aku menyalahkanmu? Salahkah aku jika aku merasa kau tipu? Kau BANGSAT! Kau pergi disaat aku benar-benar mengharapkanmu! Bisakah kau bayangkan rasanya jadi aku? Aku menderita. Aku benci harus kehilanganmu.
Lelah.. Kau bilang kau lelah menjadi bayang-bayang.
Memang seperti itulah kenyataan yang sesungguhnya jika kau sudah memutuskan menjadi orang ketiga dalam hidupku. Aku pun lelah, ingin rasanya ku teriak. Ingin rasanya kupeluk kau erat. Tapi kau bilang kau hanya bayang-bayang? Tidak, tuan. Kau nyata di hatiku. Nyata.
Walau ketakutan hubungan rahasia kita akan diketahui orang lain selain kita berdua..
Aku masih tetap meyakini bahwa suatu saat kau tidak lagi jadi yang kedua. Aku benci ketika harus mengatakan bahwa aku tidak mungkin meninggalkannya, namun juga tak mungkin meninggalkanmu. Maaf kumenghancurkan harapanmu.. Tapi yakinlah padaku, akan ada saatnya dimana aku tak akan menyembunyikanmu lagi. Kau tidak selamanya jadi yang kedua.
Aku sering berhayal dan bermimpi. Khayalan yang membuatku tak bisa melepaskan ingatanku tentangmu. Kau menaburkan banyak janji. Terlalu banyak hingga tak sanggup untuk kuhitung. Tapi mengapa tuan meninggalkanku ketika janji itu tak sepenuhnya kau tepati?
Lihatlah aku.. Aku hanya bisa diam. Aku bisa apa jika keputusanmu untuk meninggalkanku sudah bulat. Aku tak bisa berbuat banyak. Kau telah begitu nyata dihatiku, sehingga rasa takut kehilanganmu terasa amat mengerikan.
Hingga kau pergi, disaat kau benar-benar pergi, lalu hilang.. Aku hanya bisa berkata. Bukankah cinta itu tak bersyarat? Kita saling mencintai, dan pentingkah status?
Malam ini, untuk kali pertama kerinduan ini terasa amat mencekam. Tak ada lagi suara manjamu terdengar. Tak ada lagi pesan singkat dengan stiker kecupan. Tak ada lagi tawa kecilmu. Tak ada lagi suara paraumu. Masih banyak daftar bukti ketidakadaan akan dirimu lagi.
Sekarang.. Kau seakan tak peduli lagi denganku. Semudah itukah kau melupakanku? Percayalah, aku di sini masih sangat mencintaimu. Ketahuilah, hatiku tak pernah berdusta. Lidah ini kelu untuk berkata. Jemari ini kaku bahkan gugup mengetik bait-bait kata. Tapi apa? Kau seakan tak pernah mencintaiku. Kau berlalu pergi membiarkanku berlinang airmata.
Aku mencintaimu..
Di saat aku meyakini bahwa cintamu begitu nyata, aku hanya bisa memelukmu dari kejauhan. Harapanku kau gantung tinggi, kau berikan pundakmu untuk tempatku bersandar. Tapi.. kau pula yang menjatuhkan harapanku, meluluh lantakkan hatiku, kau berlalu pergi dengan alasan kau tak ingin jadi orang ketiga.
Aku sungguh mencintaimu..
Alasan apa yang kau bela? Dulu kau datang padaku tiba-tiba dan tanpa syarat. Kau yang membuatku jatuh terbuai dalam indahnya cinta. Kau juga yang membuatku merasakan lagi cinta yang sesungguhnya. Sekarang apa yang kau bela? Aku meyakini bahwa cinta itu tak bersyarat..
Aku sendiri, menapakkan kakiku ditanah dengan kesadaran bahwa aku tak berada dikotaku lagi. Kemudian kau hadir dan menawarkan cinta. Padahal kau sendiri tahu aku tak benar-benar sendiri disini. Ada sesorang disana yang menunggu, menantiku dengan setia. Seseorang disana yang selalu berharap aku baik-baik saja. Padahal nyatanya aku tak pernah baik-baik saja.
Ketika kau benar-benar terasa nyata dalam hidupku..
Kau pergi menjauh. Semudah itukah? Kau datang lalu pergi. Kau tahu aku begitu mencintaimu. Namun kau seolah tak mengetahuinya. Salahkah aku jika aku menyalahkanmu? Salahkah aku jika aku merasa kau tipu? Kau BANGSAT! Kau pergi disaat aku benar-benar mengharapkanmu! Bisakah kau bayangkan rasanya jadi aku? Aku menderita. Aku benci harus kehilanganmu.
Lelah.. Kau bilang kau lelah menjadi bayang-bayang.
Memang seperti itulah kenyataan yang sesungguhnya jika kau sudah memutuskan menjadi orang ketiga dalam hidupku. Aku pun lelah, ingin rasanya ku teriak. Ingin rasanya kupeluk kau erat. Tapi kau bilang kau hanya bayang-bayang? Tidak, tuan. Kau nyata di hatiku. Nyata.
Walau ketakutan hubungan rahasia kita akan diketahui orang lain selain kita berdua..
Aku masih tetap meyakini bahwa suatu saat kau tidak lagi jadi yang kedua. Aku benci ketika harus mengatakan bahwa aku tidak mungkin meninggalkannya, namun juga tak mungkin meninggalkanmu. Maaf kumenghancurkan harapanmu.. Tapi yakinlah padaku, akan ada saatnya dimana aku tak akan menyembunyikanmu lagi. Kau tidak selamanya jadi yang kedua.
Aku sering berhayal dan bermimpi. Khayalan yang membuatku tak bisa melepaskan ingatanku tentangmu. Kau menaburkan banyak janji. Terlalu banyak hingga tak sanggup untuk kuhitung. Tapi mengapa tuan meninggalkanku ketika janji itu tak sepenuhnya kau tepati?
Lihatlah aku.. Aku hanya bisa diam. Aku bisa apa jika keputusanmu untuk meninggalkanku sudah bulat. Aku tak bisa berbuat banyak. Kau telah begitu nyata dihatiku, sehingga rasa takut kehilanganmu terasa amat mengerikan.
Hingga kau pergi, disaat kau benar-benar pergi, lalu hilang.. Aku hanya bisa berkata. Bukankah cinta itu tak bersyarat? Kita saling mencintai, dan pentingkah status?