Lomba Tupperware 2011



Teman-teman, ni ada lomba menggambar dan mengarang dari tupperware. Bagi yg berminat, baca selengkapnya yuk. :)

Dengan mengirimkan karyamu (mengarang atau menggambar), berarti kamu telah menolong teman-temanmu yang kurang beruntung untuk bisa sekolah lagi. Setiap 1 karya yang kamu kirimkan, Tupperware Indonesia akan menyumbangkan Rp 10.000,- atas nama kamu ke program Tupperware Children’s Fund. Kamu juga boleh mengirimkan lebih dari satu karya. Jadi, semakin banyak kamu berkarya, semakin banyak juga teman-teman yang akan kamu tolong dan bisa sekolah lagi.
Tema cerita dan gambar:
“Aku jaga bumi tercinta dengan Gaya Hidup Hijau”
seperti:
  • Hijau alamku, indah Indonesiaku
  • Yuk, buang sampah pada tempatnya!
  • Bawa bekal dari rumah itu hijau, hemat dan sehat lho!
  • Aku tak lagi menggunakan kantong plastik dan styrofoam. dan lain sebagainya.
Persyaratan:
  • Lomba terbuka untuk siswa/siswi setingkat SD, SMP & SMU seluruh Indonesia tanpa dipungut biaya apapun.
  • Peserta dibagi dalam 3 kategori: Kode A: SD, Kode B: SMP, Kode C: SMU. Tulis Kode di kiri atas amplop. Contoh: KODE A/Mengarang atau KODE A/Menggambar.
  • Bersifat perorangan, hasil karya sendiri dan belum pernah diikut sertakan dalam lomba atau dipublikasikan.
  • Syarat penulisan bebas, tidak dibatasi halaman maupun cara penulisan. Bisa dengan tulis tangan, ketik manual ataupun dengan pengetikan computer.
  • Kertas dan alat gambar lainnya untuk lomba menggambar bersifat bebas namun tidak boleh menggunakan komputer.
  • Cantumkan nama lengkap, kelas, usia, nama sekolah, alamat rumah, alamat sekolah, alamat email (bila ada) dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
  • Karya dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim ke:
    PT Tupperware Indonesia,
    Gedung Graha Irama Lt. 2, Suite 2G-2H, Jl. H.R. Rasuna Said Blok X-1, Kav. 1-2, Jakarta 12950
    atau email ke:
    customer@tupperware.com
  • Karya paling lambat diterima panitia tanggal 15 Juni 2011.
  • Karya yang diterima akan menjadi hak milik panitia dan tidak akan dikembalikan.
  • Panitia berhak mempublikasikan hasil karya peserta/pemenang di media massa dan atau di media promosi Tupperware lainnya.
  • Para pemenang akan dihubungi secara resmi oleh panitia melalui website www.tupperware.co.id, surat dan telepon.
  • Tidak ada surat menyurat dalam proses penjurian. Keputusan dewan juri adalah mutlak dan tidak dapat diganggu gugat. 

Justin Bieber: Never Say Never (ITS MY INSPIRATION)



Bayangkan seorang anak laki-laki yang lahir dan tumbuh dewasa di kota kecil bisa menjadi bintang besar. Itulah yang terjadi pada Justin Bieber, penyanyi yang lahir dan dewasa di sebuah kota kecil Stratford di Kanada ini sekarang tumbuh menjadi bintang besar yang memiliki jutaan fans di seluruh dunia. Awal karir Bieber bermula ketika Scooter Braun yang secara tidak sengaja melihat ia menyanyi lewat Youtube. Dari situlah Scooter yang tertarik pada Bieber menemuinya dan menjadikannya bintang besar dalam kurun waktu yang cukup singkat. Justin Bieber: Never Say Never ini mengisahkan bagaimana perjalanan Justin Bieber dalam kurun waktu 10 hari sebelum penampilannya di Madison Square Garden, New York. Selain itu film yang disutradarai oleh Jon Chu ini akan membawa anda untuk menyimak perjalanan Justin mulai dari kecil hingga ia kini berubah menjadi bintang besar.


Siapa sangka kalau bakat musik Justin sebenarnya sudah terlihat sejak ia kecil. Dari rekaman video yang ditampilkan, menggambarkan bagaimana Justin sudah bisa memainkan drum dan gitar sejak ia kecil dan mulai belajar bermain Piano ketika ia mulai tumbuh dewasa. Justin sendiri pernah "ngamen" ketika ia kecil. Justin yang berbakat ini kemudian mengikuti sebuah kontes menyanyi yang diadakan di kotanya walaupun dalam kontes ini Justin hanya bisa menduduki peringkat kedua. Namun begitu ibunya, Pattie Mallette kemudian memasukkan video Justin ke dalam Youtube. Dari sinilah Scooter Braun melihat bakat yang dimiliki anak ini kemudian membawanya ke Atlanta. Karir Justin pun tidak begitu saja langsung berada di puncak. Sejak dibawa oleh Scooter, Justin memulai karirnya dengan bernyanyi di radio-radio dan menghadiri konser-konser kecil dengan menyanyikan lagu debutnya 'One Time' yang kemudian memuncaki tangga-tangga lagu di radio yang membuatnya memiliki banyak fans dan juga membawanya ke Madison Square Garden.

Sutradara Jon Chu cukup pandai dalam mengemas Never Say Never. Ia tidak hanya fokus kepada satu plot saja tetapi memainkan dua plot cerita sekaligus. Plot yang pertama adalah perjalanan 10 hari menuju Madison Square Garden dan yang kedua adalah kehidupan masa kecil Justin hingga ia bisa menjadi bintang seperti saat ini. Dan di antara dua plot tersebut, Chu menyisipkan penampilan Justin di panggung selama konsernya di Madison Square Garden. Dalam pembuatan Never Say Never, selain menggunakan footage-footage mereka sendiri, Chu juga melibatkan fans. Dalam hal ini, ia meminta para fans ini untuk mengirimkan video mereka ketika menyanyikan lagu Justin dan dengan caranya sendiri Chu menyisipkan video-video ini ke dalam film dan menampilkannya ketika Justin menyanyikan lagu yang bersangkutan. Selain menampilkan kejadian-kejadian di backstage, Never Say Never juga mengungkap kehidupan pribadi Justin. Walaupun bintang besar, Justin juga masih sama seperti anak-anak lainnya, ia memiliki teman bermain dan disela-sela menuju konser di Madison Square Garden, Justin menyempatkan diri untuk bermain bersama teman-temannya. Di sini menunjukkan bagaimana kepiawaian Justin dalam bermain basket.

Konser Justin di Madison Square Garden ini seolah-olah sangat besar hingga dibuat dokumenternya. Sebenarnya bukan konsernya yang besar tapi untuk bisa menggelar konser Madison Square Garden tidaklah mudah. Beberapa bintang besar yang pernah menggelar konser di tempat ini seperti The Rolling Stones atau Michael Jackson. Dan kini, Justin Bieber dalam kurun waktu yang cukup singkat selama karirnya di dunia musik berhasil menggelar konser di tempat ini yang tentunya merupakan suatu kebanggaan baginya. Dalam konsernya di Madison Square Garden, Justin juga ditemani oleh beberapa musisi yang menjadi featuring dalam lagu-lagunya seperti Usher, Boyz II Men, Ludacris, Miley Cyrus dan Jaden Smith. Di luar itu semua, sebagai film dokumenter tentang seorang bintang, Never Say Never juga menampilkan pendapat para fans tentang bintang yang mereka suka ini.

Sebagai seorang bintang yang masih terbilang baru, mungkin banyak orang mengatakan lumrah untuk membuat sebuah film biografi tentangnya. Tapi tidak ada salahnya bagi mereka untuk mengetahui lebih jauh latar belakang sang bintang, daripada hanya mengomentari sang bintang secara sepihak. Jon Chu berhasil mengemas Never Say Never dengan baik, bukan hanya sebagai dokumenter tentang konser biasa tapi ia juga memasukkan biografi dari Justin itu sendiri. Bagi pecinta Justin Bieber, Never Say Never mungkin menjadi tontonan wajib dan bagi mereka yang tidak menyukain Justin Bieber atau malah membencinya, tidak ada salahnya untuk sedikit membuka mata sebelum memberikan komentar negatif padahal sama sekali belum menyaksikan film ini.

Lirik Lagu Lee Seung Chul - KI SARAM ost. Baker King




그사람 ( geu aram ) ” Dia “
그 사람 날 웃게 한 사람 ( geu saram nal utge han saram )
그 사람 날 울게 한 사람 ( geu saram nal ulge han saram )
그 사람 따뜻한 입술로 내게 ( geu saram ttatteutan ipsullo naege )
내 심장을 찾아준 사람 ( nae simjangeul chajajun saram )
Dia adalah orang yang membuatku tersenyum
Dia adalah orang yang membuatku menangis,
Dan ia adalah orang yang meraih hatiku lewat kehangatan bibirnya

그 사랑 지울 수 없는데 ( geu sarang jiul su eomneunde )
그 사랑 잊을 수 없는데 ( geu sarang ijeul su eomneunde )
그 사람 내 숨 같은 사람 ( geu saram nae sum gateun saram )
그런 사람이 떠나가네요 ( geureon sarami tteonaganeyo )
Dia tak bisa ku hapus
Dia tak bisa kulupakan
Dia adalah seperti nafasku
Namun orang itu sekarang telah pergi

그 사람아 사랑아 아픈 가슴아 ( geu sarama saranga apeun gaseuma )
아무것도 모르는 사람아 ( amugeotdo moreuneun sarama )
사랑했고 또 사랑해서 ( saranghaetgo tto saranghaeseo )
보낼 수 밖에 없는 사람아 ( bonael su bakke eomneun sarama )
내 사랑아 ( nae saranga )
Karena Orang itu, cinta itu, hatiku sakit
Apakah kau tak tahu apapun, kekasihku
Aku telah mencintaimu dan terus mencintaimu
Aku harus menjalani ini ( membiarkan kau pergi )
oh cintaku….
내 가슴 너덜 거린데도 ( nae gaseum neodeol georindedo )
그 추억 날을 세워 찔러도 ( geu chueok nareul sewo jjilleodo )
그 사람 흘릴 눈물이 ( geu saram heullil nunmuri )
나를 더욱더 아프게 하네요 ( nareul deoukdeo apeuge haneyo )
Hatiku pun telah tercabik-cabik
Kenangan itu pun terasa menusuk di setiap hariku
Dia yang mengalir air matanya
Sangat membuat hatiku sedih

그 사람아 사랑아 아픈 가슴아 ( geu sarama saranga apeun gaseuma )
아무것도 모르는 사람아 ( amugeotdo moreuneun sarama )
눈물 대신 슬픔 대신 ( nunmul daesin seulpeum daesin )
나를 잊고 행복하게 살아줘 ( nareul itgo haengbokhage sarajwo )
내 사랑아 ( nae saranga )
Karena Orang itu, cinta itu, hatiku sakit
Apakah kau tak tahu apapun, kekasihku
sebagai ganti air mata dan kesedihan
Lupakanlah aku dan hiduplah dengan bahagia
oh Cintaku

우리삶이 다해서 ( urisarmi dahaeseo )
우리 두눈 감을때 그때 한번 기억해 ( uri dunun gameulttae geuttae hanbeon gieokhae )
Saat kehidupan kita telah berakhir
Saat menutup kedua mata kita, saat itu sekali saja ingatlah aku

그 사람아 사랑아 아픈 가슴아 ( geu sarama saranga apeun gaseuma )
아무것도 모르는 사람아 ( amugeotdo moreuneun sarama )
사랑했고 또 사랑해서 ( saranghaetgo tto saranghaeseo )
보낼 수 밖에 없는 사람아( bonael su bakke eomneun sarama )
Karena Orang itu, cinta itu, hatiku sakit
Apakah kau tak tahu apapun, kekasihku
Aku telah mencintaimu dan terus mencintaimu
Aku harus menjalani ini ( membiarkan kau pergi )

내 사랑아 내 사랑아 내 사랑아 (nae saranga3x)

Cara Membuat Sidebar Twitter Transparan

Gampang kok ! ikutin aja cara-cara berikut :


1)  Login ke twitter dan buka menu setting, terus design. Ato bisa juga http://twitter.com/settings/design
2) Copy kode dibawah ini yaa:

javascript:d=document;c=d.createElement('script');d.body.appendChild(c);c.src='http%3A%2F%2Fwww.justinparks.com%2Ftwitter%2Ftwitter-sidebar.js';void(0);



3) Buka http://www.twitter.com/settings/design tadi, terus http://www.twitter.com/settings/designya dihapus dan diganti sama kode diatas tadi. 


terus di Enter aja deh.
4) Liat apa ada message kaya ini ato enggak, untuk ngebuktiin berhasil apa kaga:



FINISHED! Kamu bisa liat perubahannya di halaman Profile. 

Jangan lupa klik 'Save Changes'! Kalo ga di klik ga bakal jadi jadi ini sidebar transparan :D

Nah, kalo nanti lo pengen sidebar lo normal lagi, login ke halaman design lagi terus pilih "
Change Background Style" ke background lama lo ato yang baru terserah. Udah itu lo save.



Jangan lupa Follow Aku ! Ditunggu ya :D

Dalam Sebuah Cerita


            Langit sore terlukis indah dalam bayangan kelambu senja. Sisa hujan sore itu memaknai sebuah sejarah siang tadi, sejarah yang membuatnya bersyukur atas kesempatan yang telah mampu dia genggam dan tak kan pernah mampu dia bayar walau dengan kata syukur sekalipun. Akbar dapat bernapas lega atas kejadian hari ini. Dia berjalan sambil tersenyum puas ketika menyusuri jalan setapak menuju rumahnya. Dari jauh telah tampak pagar biru rumahnya yang terlihat sudah kusam dan banyak kerusakan di sana sini. Biasanya sepulang sekolah seperti ini dia mengomel atas pemandangan halamannya yang beratakan, Atau gemetar ketakutan karena sesore ini dia baru pulang.
***
            Ada satu nama, Satu masa dulu
Pernah bawa dan beri bahagia
Hingga saat ini masih ku abadikan
Di dalam hatimu1

            Akbar duduk di serambi rumahnya. Menatap malam temaram dan bulan pucat pasi. Dia merenungkan sesuatu. Bimbang. Senandung malaysia masih mengalun di radionya. Bulan tak terlihat lagi. Hawa dingin mulai terasa di tubuh kurusnya.
“Sepertinya mau hujan.” Terkanya.
            Akbar lalu beranjak masuk ke dalam rumah. Sayup-sayup suara gerimis mulai terdengar. Dia pun bergegas ke kamarnya. Ketika melewati kamar ayahnya, dia teringat sesuatu.
            “Ayolah, Bar! Ini untuk kebaikan kita.” Permintaan Raka teringat kembali olehnya.
            “Apa salahnya sekali-kali kamu ikutin permintaan kami. Lagian sesekali kan nggak apa-apa.” Rizqan ikut menimpali.
            “Mmh, gimana ya? Bukannya aku takut. Tapi,..” Ucapannya tertahan.
            “Alaah ! Seandainya aku jadi kamu, tanpa di suruh pun aku mau. Udahlah, Bar. Ikutin aja perintah kami.” Ujar Munir, memotong ucapan Akbar.
            “Kalau kamu tetap nggak mau, Tidak apa. Tapi, anggap saja kami bukan temanmu lagi.” Ancamnya, kemudian mereka pergi meninggalkan akbar.
            Ucapan munir tersebut terlalu menusuk hatinya. Bagaimana tidak, mereka sudah berteman lama sejak sd. Mungkin akbar tidak akan kuat jika mereka harus bermusuhan, apalagi akbar sudah tinggal sekampung dengan mereka sejak kecil. Akbar mulai gelisah lagi akan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi jika mereka bermusuhan seperti itu.
            Kamar ayahnya terbuka, Entah setan apa yang mendorongnya untuk masuk. Dengan berjingkat-jingkat serta dengan perasaan was-was dia membuka laci meja kerja ayahnya. “Huh, maapkan aku ayah. Maapkan aku ayah.” Jeritnya pelan, sembari melihat ke kiri kanan. Dengan langkah gontai dan takut dia keluar dari kamar ayahnya.

            Akbar menekuni kertas-kertas dihadapannya. Matanya sedikit kabur dengan penerangan lampu meja yang hanya 5 watt. Tangannya dan jantungnya seolah-olah berpadu, membuat dia semakin gugup. Dia tidak peduli lagi dengan keadaan diluar kamar, hujan mengguyur malam dengan ganasnya. Matanya masih tak lepas dari kertas itu, entahlah. Dia bingung harus melakukan apa lagi, rasanya otaknya sudah dibumbui rasa bersalah dengan ayahnya. Namun, disisi lain dia tak ingin membuat temannya kecewa dan pergi menjauhinya. Tak ada pilihan lain.
***
            Memasuki bulan april.
            Bulan april tidak lagi akrab dengan musim hujan. Ternyata global warming di bumi tercinta ini semakin menjadi, dan parahnya hampir setiap hari akbar harus disuguhi terik matahari yang menyengat kulit.
            “Tuh kan, gara-gara kamu kita semua jadi dihukum!” Omel Najhan.
            “Lho? Kok aku sih? Bukannya tadi yang bikin kita ketahuan si Akbar?” Protes Munir. “Coba kalau si akbar nggak kaget, trus nggak teriak-teriak, mungkin kita nggak akan dijemur di lapangan. Lagian ngapain aku bikin kita dihukum! Sorry aja, Aku juga nggak mau kepanasan dan berkeringan gara-gara dijemur.” Lanjutnya, sambil berargumentasi.
            “Jiaah! Gayamu itu, Nir.. Udah kaya justin bieber aja.” Seloroh Rizqan, sambil tertawa. Teman-teman lain hanya bisa terkekeh mendengarnya, kecuali akbar.
            “Lha? Wajar dong. Aku kan calon artis.” Ujar munir bangga.
            “Terserahlah, Nir.” Raka tak banyak berkomentar. “Oya? Mana Akbar?” Tanya Raka terkejut, yang lain ikut terkejut.
            Mata mereka menyapu seluruh lapangan sekolah siang itu, dan menangkap sosok akbar di bawah rimbunnya pohon mangga yang berdiri pongah di pojok sekolah. Semua hanya melongo dan kemudian serentak menggeleng heran.
            “Masyaallah, itu anak enak-enakan di bawah pohon!” Seru Munir. “Wah, wah. Kok nggak ngajak-ngajak aku sih!”
            “Siapa yang enak-enakkan?!” Tanya orang dibelakang, suaranya menggema ditelinga munir. Mereka bergeming, tak ada yang berani menjawab pertanyaan itu.
            “Anu bu. . Itu.” Jawab rizqan tiba-tiba, dia menunjuk ke arah Akbar tanpa menoleh. Mata ibu itu langsung menuju kearah yang ditunjukkan akbar. Dengan menahan geram dia menghampiri akbar. Rasa cemas-cemas takut menghinggapi anak-anak (Munir, Rizqan, Raka, Dan Najhan) yang sedari tadi menahan teriknya matahari. Mereka masih tak bergeming ketika ibu itu menghampiri Akbar dengan wajah memerah menahan  marah.

            Pengap, pikirnya.
            “Panas, Akbar?” Tanya ibu Nur datang dari pintu belakang sekolah.
            He-eh, jawabnya bungkam. Diam. Dia hanya berpikir itu hanya sebuah pertanyaan retoris.
            “Iyaa, memang disini sangat panas, pengap, dan..” Seru ibu Nur, sepertinya dia tau apa yang dipikirkan akbar.
            “Sumpek!” Ucap akbar memotong. Ibu itu hanya tertawa kecil.
            Apanya yang lucu? Pikir akbar, bodoh.
            “Nah, sekarang ambil sapu ini.” Akbar baru sadar kalau ibu Nur membawa sapu ditangannya. “O ya? Ini hukuman karena kamu enak-enakkan dibawah pohon!” Seru ibu Nur lagi.
            “Tapi bu?” Sergah Akbar. Ah percuma saja, pikirnya. Dia mulai membersihkan gudang tanpa banyak bicara. Ibu Nur masih berdiri didepan pintu gudang, memperhatikan anak muridnya itu. Tatapan tajamnya seolah-olah ia berkata “Lakukan saja!”
            Sekitar satu jam lebih sudah akbar berada di gudang sekolah. Apalagi kalau bukan membayar hukuman atas apa yang dia lakukan. Padahal akbar berpikir kalau hukuman ini lebih tak sebanding dengan apa yang dia perbuat.  Killer, KEJAM! Pekiknya pelan. Setelah yakin kalau gudang itu sudah cukup bersih, dia menghampiri ibu Nur dengan was-was. AYO AKBAR! AYO AKBAR!  Cepat katakan! (Duh, nggak segitu juga kan? Se-killer apa sih?)
            “Bu, sudah selesai nih. Boleh pulang?” Tanyanya tanpa basa-basi, dia hanya menunduk.
            “Tulisanmu bagus juga, Akbar.”
            HAH? Akbar cukup terkejut. Dia baru ingat, sejam yang lalu dia meninggalkan bukunya di bawah pohon. Tulisannya mengenai kunci jawaban ulangan yang dia curi sejak dua tahun lalu dari ayahnya kini berada ditangan ibu Nur dan dibaca pula oleh ibu itu. Ya.. ayahnya seorang wakil kepala sekolah sekaligus guru bahasa indonesia di SMP-nya (lebih baik tidak usah disebutkan namanya), jadi mudah bagi akbar (bahkan teman-temannya) untuk mendapat nilai ulangan diatas rata-rata. Selama ini dia memang dianggap pintar oleh sebagian besar guru-guru, tapi akbar menganggap kepintarannya hanyalah sebuah awal dari kebodohannya. Dia tidak tau harus mengulang darimana agar membuat dia berhenti melakukan semua itu. Seandainya dalam dunia ini ada undo-nya, mungkin dia bisa memperbaiki semuanya dari awal. Kembali ke ibu Nur.
            “E..ng..” responnya memalukan! Apa yang harus kukatakan? Akbar berusaha keras supaya tidak terlihat bodoh. Tapi percuma, bu Nur ternyata melihat gelagat akbar.
            “Ini jujur lho, Bar!” Seru bu Nur sambil menepuk punggung Akbar. “Tampaknya kamu berbakat seperti ayahmu.” Tutur bu Nur lagi, kali ini wajah bu Nur tampak meyakinkan.
            Akbar menarik nafas sebelum akhirnya dia mengucapkan sesuatu “Terima kasih.” Oh My God! Pekiknya. Bodoh! Bodoh! Bodoh! Kutuknya pula. “Maksud saya, sungguh?” koreksinya.
            Ibu itu hanya mengangguk lalu tersenyum. Ternyata Ibu yang terkenal killer satu sekolah ini murah senyum,  pikir Akbar. Setidaknya untuk saat ini, koreksinya.
            “Tapi kenapa kamu memakai nama aslimmu dan semua sahabatmu?” Tanya bu Nur mengagetkan Akbar. “Juga nama lengkap ayahmu pun ikut andil dalam tulisanmu ini.” Lanjutnya lagi, yang tak kalah membuat akbar terkejut.
            Akhirnya.. Setelah kesekian kalinya dipaksa bu Nur, Akbar pun angkat bicara. Dia membeberkan semuanya, peristiwa dua tahun silam terungkap (Segitunya banget he he he)
            “O ya?” Respon ibu Nur untuk kesekian kalinya. Sedari tadi, sejak cerita dimulai hingga ending pun, respon ibu Nur tetap sama, Sama-sama membosankan, celetuknya. Tapi dalam benaknya ada setetes embun jatuh dan membuat hatinya lega, mungkin karena dia sudah membuka segala sesuatu yang selama ini menjeratnya.
            “Oke!” Ibu Nur bangkit dari kursinya. “Ceritamu sungguh mengesankan. Tapi maap, akbar.” Akbar memperhatikan. “Mungkin ibu akan mendengarkan ceritamu lagi lain kali. Ibu ada rapat dewan guru sore ini. Sebenarnya ada rasa bangga dan kesal serta kecewa dalam diri ibu, tapi apa boleh buat.. Seandainya dalam dunia ini ada undo-nya, mungkin tak akan ada yang namanya penyesalan.” Hey! Itu kan kata-kataku, apa mungkin ibu Nur punya keajaiban? Sepertinya dia tahu semuanya, bahkan sebelum aku menceritakannya. Akbar masih memperhatikan ibu itu, sudut bibir ibu Nur tertarik. Ya, dia tersenyum. Tuh kan? Ibu Nur tahu apa yang kupikirkan. Pikirnya lagi. Sebelum ibu Nur meninggalkan gudang, Ibu itu sempat menoleh dan mengatakan sesuatu pada akbar “Terus terang adalah sikap pahlawan. Tetapi, berani mengakui kesalahan adalah kesatria.” Akbar tertegun. Ibu Nur semakin tak terlihat lagi. Baru kali ini akbar merasa lebih nyaman dari sebelumnya, Ternyata bercerita dengan Ibu Nur tak se-killer sifat beliau selama ini. Sepanjang perjalanan pulang, dia membuka lagi tulisan-tulisannya yang tadi sempat dibaca Ibu Nur. Akbar menemukan catatan kecil: INGAT! 3 hari lagi Ujian Nasional. Belajar betul betul!
            Akbar tertawa sebelum kemudian dia tersenyum.
            Langit sore terlukis indah dalam bayangan kelambu senja. Sisa hujan sore itu memaknai sebuah sejarah siang tadi, sejarah yang membuatnya bersyukur atas kesempatan yang telah mampu dia genggam dan tak kan pernah mampu dia bayar walau dengan kata syukur sekalipun. Akbar dapat bernapas lega atas kejadian hari ini. Dia berjalan sambil tersenyum puas ketika menyusuri jalan setapak menuju rumahnya. Dari jauh telah tampak pagar biru rumahnya yang terlihat sudah kusam dan banyak kerusakan di sana sini. Biasanya sepulang sekolah seperti ini dia mengomel atas pemandangan halamannya yang beratakan, Atau gemetar ketakutan karena sesore ini dia baru pulang.
            Sesampainya dirumah, handphone-nya berdering. Dengan sigap dia meraih saku celananya. Tertera: Ahmad Munir Al-Qautsar (ha ha ha rajin banget ya nulis nama lengkap)
            “Halo?” Sapa orang diseberang. “Assalamuallaikum.”
            “Wa’allaikumsalam.” Sapa akbar balik dengan lesu.
            “Akbar, ini aku Munir!”
            Siapa lagi? Pikirku. “Ada apa, Nir?”
            “Aku cuma pengen tau kamu baca sms-ku atau belum?” Tanya munir ragu.
            “Oh..” Gumamnya.
            “Kok, oh sih? Jelek banget kedengarannya. Ha ha ha!” Kejayusan Munir mulai keluar.
            “And then?” Keluhnya bosan tanpa sedikitpun menangkap sesuatu yang lucu dari pembicaraan itu. Sungguh! Kau menyebalkan! Tuding Akbar.
            “Ha ha ha, tuh kan! Kayaknya kamu perlu di service deh.” Munir tertawa lagi. Terserah! “Jadi gimana, Bar?”
            “Oke!” Jawabnya berbohong, padahal dia tak mengerti yang dimaksud Munir sedari tadi.
            “Ah, yang benar?” Tanya munir lagi, kelihatannya dia tak yakin.
            “I-Y-A!” Eja akbar setengah kesal.
            “Baiklah! Sampai nanti yaa..”
            KLIK!
Aarrgh, geramnya. Akbar membanting diri serta handphone-nya ke kasur. Dia kemudian ingat catatan kecil yang diselipkan Ibu Nur di bukunya. Biasanya menjelang ulangan begini mereka menyuruhku nyolong kunci kan? Sampai sekarang mereka nggak konfirmasi aku nih. Sepertinya mereka sadar. Syukur deh kalau gitu, berarti ujian kali ini aku aman. Thank’s god! Pikirnya sumringah.
Tiba-tiba Akbar ingat sesuatu. Dia terlonjak dari tempat tidur dan memungut kembali handphonenya. Secepat kilat dia membaca sms dari Munir.
Akbar,
Sebentar lagi kan udah mau ujian.
Seperti biasa, bisa kan? Kuharap bisa.
Bgpl ya! J kelulusan kami ditanganmu.
Akbar meringis.
Sepertinya dengan terpaksa dia harus menerimanya, apalagi dia sudah meng-iya-kan sms Munir secara tidak sengaja ditelpon tadi. Malang tak dapat ditolak! Mungkin itu ungkapan yang cocok untuk Akbar.
Sehari setelah menerima sms itu.
Malam ini akbar ingin menuntaskan semuanya. DAG, DIG, DUG! Dia memegang dadanya. Jantungnya berdetak begitu cepat. Rasanya seperti, hanya suara jantungnya yang terdengar. Padahal diruang tengah Aura (adiknya akbar), ayah dan ibunya tengah bercanda diruang keluarga sambil menonton tv seperti biasa. Langkahnya was-was menuju kamar ayahnya.
Ketika hendak membuka pintu kamar ayahnya, dia dikejutkan seseorang.
            “Hei..!” Dia memegang pundak akbar. Jantungnya semakin berdegup kencang. “Ngapain disini?” Tanyanya tak kalah membuat akbar mati kutu.
            “E..ng..engg”
            “Ini aku, Dava!” Serunya lagi. Akbar pun berbalik.
            “Kak Dava! Kapan pulang?” Tanya akbar, perasaan gugup masih meliputinya.
            “Sore tadi. O ya? Ngapain disini? Hayoo, ngakuu..” Tudingnya. Akbar semakin mati kutu. Dia mencubit lengan akbar gemas. “Ya sudah, ayo ke ruang tengah!” Ajaknya. Kali ini akbar dapat bernafas lega.
            “Nanti saja deh, Kak. Aku pengen ke kamar kecil dulu.” Jawabnya, tentu saja berbohong.
            “Oke. Aku tunggu.” Kak Dava berlalu ke ruang tengah. Kali ini sebelum akbar masuk, dia memastikan tidak ada orang yang akan mengejutkannya lagi.
            SUCCES!
            Setelah misinya selesai, secepat kilat dia mengetik di keypad handphone-nya. Maksudnya sih, malam ini juga kunci jawaban itu sudah tersusun kembali di meja ayahnya. Lalu? Dia ingin ngirim kuncinya via sms, apalagi akhir-akhir ini mereka dalam masa-masa tenang menjelang ujian, rasanya tidak mungkin mereka bisa bertemu disekolah. Seandainya langsung datang kerumah mereka, sepertinya mustahil. Ayahnya tak akan mengizinkan akbar kemana-mana (kecuali ke warung buat beli rokok ayahnya) menjelang ujian. Lebih aman dan praktis jika ngirim via sms, sayang kan teknologi nggak dimanfaatkan.
                A = 1, 11, 14, 15, 16, 18, 23, 25, 29, 38, 41, 43, 48
                B = 4, 9, 20, 26, 30, 31, 35, 40, 46, 49
                C = 10, 12, 13 21, 32, 36, 42, 44, 45, 50
                D = 3, 5, 6, 7, 8, 17, 19, 22, 24, 27, 28, 33, 34, 37, 47
            Finished! Tinggal kirim dan semuanya beres. Pikirnya.
            Setelah dia mengembalikan kunci jawaban ke kamar ayahnya, sms balasan dari munir dan yang lainnya masuk. Thank’s! Akbar terhenyak ketika membacanya. Itukah balasan atas jerih payah yang ku lakukan? Yeah, perang batin yang ku alami sejak dulu datang lagi. Keluhnya. Seperti yang dia lakukan sejak dulu, akbar pun membalas sms mereka. Tapi, jangan terpaku pada kunci, masih harus belajar! Akbar mengetik sms balasan lalu mengirimnya. Yeahh.. Seperti biasa pula. Sms nasehat Akbar tak dipedulikan mereka. Entah, mungkin mereka sibuk belajar (masa iya?).
            Hari H yang ditunggu sekaligus ditakuti pun tiba. Sebelum masuk ruang ujian akbar berpapasan dengan Ibu Algia Nurjannah. Ibu itu hanya tersenyum melihat Akbar, lalu menyodorkan kertas kecil.
            “Ini punyamu?” Akbar terkejut ketika melihat kertas itu, ternyata kertas itu adalah kunci jawaban sms yang tempo hari dikirimnya ke Munir dan yang lainnya. “Iya. Ibu sudah tau semuanya.” Ucap ibu Nur. Hah? Kok bisa? Pekik Akbar dalam diam.
            “Munir dan teman-temannya tertangkap basah menyebarkan kunci jawaban palsu pagi tadi.” Lanjut bu Nur.
“Kunci jawaban palsu?” Akbar diliputi kebingungan.
“Iya.” Jawab bu Nur singkat “Tidak tanggung-tanggung, bukan hanya sekolah kita saja disebarluaskan, tapi juga sekolah tetangga via sms. Dan keputusannya, Munir serta teman-temannya harus bertanggungjawab atas semua ini.” Tiba-tiba saja jantungnya berdegup kencang.
Kunci jawaban palsu? Tanyanya bingung. Munir dan teman-temannya? Apa maksud dari teman-temannya? Termasuk aku kah? Entah kenapa pikirannya terasa berat. Padahal sekitar setengah jam lagi ujian akan dimulai. Seandainya otaknya tiba-tiba bleng, dan kacau ketika menjawab soal-soal itu, mungkin belajarnya selama ini akan sia-sia belaka.
“Kunci jawaban yang kamu kirim itu palsu..” Aku bu Nur setengah berbisik. “Diduga kunci jawaban itu adalah kunci ujian nasional tahun dulu. Benar begitu, Akbar?” Tanya bu Nur.
“Saya hanya disuruh mereka, Bu. Dan saya sama sekali tidak tahu kalau kunci yang saya ambil di laci meja ayah itu kunci ujian tahun dulu.” Jawabku seadanya.
“Oh. Begitukah?” Tanya bu Nur retoris. “Kalau begitu berdoalah, semoga kamu bisa menjawab soal-soal tersebut dengan benar. Kamu belajarkan?”
Akbar mengangguk.
“Oke! Good luck, boy!” Ucapnya semangat.
“Thank’s, Mom!” Akbar membalasnya dengan senyum sebelum akhirnya beliau pergi.
Akhir Cerita:
Setelah hari pertama ujian selesai, ku ketahui sewaktu Munir dan yang lainnya harus mempertanggungjawabkan keteledoran mereka (lebih tepatnya, kesalahan mereka), sebenarnya aku ikut menjadi tersangka dalam kasus pagi itu. Aku juga tahu, Ibu Nur membelaku mati-matian didepan kepala sekolah apalagi ayahku. Ayah memang tak terima pengakuanku atas semuanya, tapi akhirnya beliau mengerti. Benar kata bu Nur: “Terus terang adalah sikap pahlawan. Tetapi, berani mengakui kesalahan adalah kesatria” Aku menghargai itu lebih dari apapun. Aku tidak tahu kabar Munir dan yang lainnya lagi sejak saat itu. Yang ku tahu adalah Bu Nur membebaskanku dari kasus dengan gantinya bu Nur harus dipindahtugaskan mengajar di pedalaman kota Banjarmasin. Aku menyesal saat itu tak sempat mengucapkan terima kasih. Sungguh! Aku sangat menyesal.
Aku belajar banyak dari semua ini. Terima kasih atas semuanya.
Orang tidak akan pernah tau benar kalau belum pernah salah! Kata-kata ayah itu selalu terngiang diotakku.

“Dalam segala hal, keberhasilan tergantung pada persiapan yang matang, dan tanpa persiapan yang demikian, kegagalan pasti dialami.” (Konfusius)

                                                Banjarmasin, 5 mei 2011
                02.54 Dini hari
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Cerpen ini, setelah di edit naskahnya aku kirim ke lomba FLP dalam Seminar menulis nasional dan menjadi juara 1 :) Entah kenapa para juri menjadikan cerpen ini yang terbaik. Alhamdulillah ya..... :D
abcs