Dua Puluh Satu Januari


Dua Puluh Satu Januari
Dear you,
Malam yang bergerimis


Selangkah lagi, rindumu kugapai. Terpajang di dinding itu lengkap dengan bingkainya.
Mengutip satu namamu di antara keluh kesah dan sesat rindu yang tertahan.
Mungkin, nanti. Bisikmu merambah sepi. Dalam mimpi, tak apa.
Bersemi tuas, harapku. Menaungi bunga tidur, wajahmu.
Memiliki, tapi tak benar-benar bersama. Karena sekian sentimeter jarak itu belum menyatukan kau dan aku.
Menangislah, Sayang. Rasakan pedihmu sebagai bahagia terdalam. Dan tersenyumlah! Hidupkan tawa dalam sedihmu. Keterpisahan itu menyakitkan. Tapi, kita masih punya waktu untuk cipatakan keajaiban. Percayalah!
Bersyukurlah bisa menangis. Setidaknya kita tahu, kesedihan itu seperti apa rasanya. Rasakan saja, airmata yang tumpah itu obat luka.

♥♥♥

Dua Puluh Dua Januari
Dear you,
Di Sini Aku mendekapmu

Lautan penderitaan tak bertepi, saat tolehkan kepala di sana ada daratan membentang. Hanya setitik tanda yang mengunci mataku dan itu, kamu.
Inilah liang rasaku. Penuh berisi tentangmu. Tengoklah sejenak; betapa dadaku sendat memikirkanmu.
“Seikat masa di tidurmu, semoga aku muara tawa dan tangismu.
Karena malam untuk dipeluk, biarpun senyap sunyi tanpa rengkuh ragamu. Meleburlah di semesta tepekurku, di sini aku mendekapmu. Sungguh!”
Sampai pada satu titik keyakinan, aku
akan katakan: jarak bukanlah batas, dan kita tetap bersama. Tunggu saja!
Dan suaramu adalah barisan pertama yang ingin kudengar kala aku terbangun esok pagi. Temanilah aku! Khusyuk kesendirian ini telah menusukkan rindu di dadaku. Tancapkanlah berulang kali, aku menunggu tikamanmu.
Moammar Emka
0 Responses

Posting Komentar

abcs